Monday, June 09, 2008
Seminar Kohati Langkat ; Mencari remah-remah pencerahan
Senin, 2 Juni 2008 yang lalu, aku menjadi moderator di sebuah seminar yang diadakan oleh Kohati HMI cabang Langkat. Temanya seputar Pendidikan politik Perempuan. Pesertanya membludak dari 200 peserta yang di targetkan menjadi 400 orang. Dibuka oleh Bupati Langkat sekaligus Gubernur Sumut terpilih; Syamsul Arifin, Seminar itu menjadi lebih berkesan dengan kelucuan yang di antarkan Tokoh nyentrik ini.
"kita buka acara ini, dengan berapa kali ketuk palu?"
peserta teriak riuh ada yang bingung, ada yang bilang 3 kali seperti biasanya ketukan palu pembukaan. ada yang bilang 5 kali.
" Lima kali saja ya...Khan syariat Islam" Kata Pak Syamsul sambil terkekeh diikuti gelak tawa peserta.
Duh..sampai sekarang masih geli mengingat moment itu.
Pembicaranya ada 3 orang. Kak Nelly Armayanti, Ketua KPU Medan. Husni Thamrin dari akademisi, Dosen Fisip USU, dan tokoh akedemisi dari Langkat..ehmmm..lupa namanya.
Ruangan seminar itu megah, tapi suara sound system menggema di dalamnya. Sulit benar konsetrasi berbicara di ruangan itu. Bisa jadi ada kesalahan di desain ruangannya. Selain itu, ternyata peserta yang membludak itu disebabkan peraturan sertifikasi yang mengikat guru-guru. Mayoritas peserta adalah guru yang motivasinya hanya mengejar sertifikat. Sampai ketua cabang HMI stres sendiri...di sms nya semua pengurus berkata:
Kulihat wajah peserta sudah petak-petak, seperti petaknya sertifikat. Tidak ada yang peduli sama isi seminar tapi hanya sertifikat saja. Undurkan saja pemberian sertifikat, sebal.
Terasa sekali, peserta yang hadir sebenarnya tak hadir di ruangan itu. Tapi acara harus tetap berlangsung. Susah payah mengkondisikan peserta, tapi dari pertanyaan masih ada kok yang benar-benar tertarik tentang politik perempuan.
Aku sendiri dapat wacana baru dari Kak Nelly. Baru sadar deh... urusan-urusan feminim yang biasanya dianggap wilayah perempuan di masyarakat kita, akan berubah menjadi urusannya kaum laki-laki jika sudah masuk pada hitung-hitungan usaha yang menghasilkan uang. Contoh...
Memasak..
Siapapun bilang ini urusannya perempuan kan?. Tapi coba lihat siapa yang jadi koki?. the best koki?. Ooooh...ternyata Laki-laki. Rudi.
stylist? urusan keindahan dan tata rias wajah. Eh..laki-laki juga jadi penguasa lahannya.
Desainer baju perempuan? wah apalagi. banyak tenan yang di dominasi laki-laki.
Sini kak Nelly berkata, jika urusannya tidak Uang, ya..itu adalah urusan perempuan. Tapi jika sudah urusan uang, maka menjadi wilayah laki-laki. Demikian juga wacana perempuan di Politik. Kenapa perempuan tersingkir dari wilayah politik, karena di politik bahasannya adalah uang.
nah lo...
siapa sebenarnya yang matre?
Nah..aku jadi teringat persoalan poligami yang di usung para lelaki, sampai bawa-bawa agama dan data statistik bahwa perempuan lebih banyak dari lelaki, sehingga untuk menyelamatkan perempuan konon harus di poligami. Weleh..saat bicara politik perempuan, jumlah itu akan disebut fifty-fity. dan kalau bisa perempuan tak perlu lah masuk ke politik. Lagi-lagi jika urusan enak tak enak, perempuan kebagian tak enaknya.
Ish....namanya demokrasi. bicaranya perwakilan dunk. Emang perempuan tak punya kebutuhan di negara ini?. Jika persentasi jumlah perempuan setengah idealnya setengah perempuan juga adalah politisi di negara ini. Tapi kondisi yang ada, peremuan di persulit sistem budaya untuk terjun ke politik. alasannya jangan lupa kodrat yang cenderung pada urusan domestik seperti bersih-bersih rumah dan anak. Wiiih..memangnya cuma perempuan yang tinggal di rumah dan cuma perempuan yang punya anak?
Klau bikin kotor ya wajib membersihkan, kalau bikin anak, ya tanggung jawab dunk...di pelihara. Prinsipnya bertanggung jawab terhadap apa yang di perbuat. dimanapun itu. di rumahkah atau di dunia politik.
Tapi kulihat di peserta adalah wajah-wajah pesimis dan kelaparan karena belum makan siang. Jam 1 siang seminar selesai. Hanya harap, semoga tercerahkan peserta meski pun hanya sedikit.
Aku masih lepas kangen pada para panitia. Lama nian tak bercengkrama dengan mereka sejak ku undur dari posisi ketua. Sorenya berenang di Tirta Dendang. Asyiknya...
Pulang naik Sepeda motor dengan baju basah pun terasa menyenangkan sekali.
Thanks dan selamat atas kesuksesan adik-adik Kohati Langkat.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
3 comments:
Politik perempuan? Perempuan berpolitik? Wah rasanya semakin marak aja tuh. Ya iya atuh lho, untuk urusan berbangsa dan bernegara juga perempuan kudu selalu eksis dan menonjol. Setidaknya harus tau setiap, saat apa yang dilakukan kaum lelaki. Kan nyaris semua isteri para politikus dan negarawan juga ikut memahami arus politik para suami. Bahkan banyak isteri politikus justru membuat garis politik suaminya menjadi jempolan. Ayo Pera kembangkan dadamu, kipaskan sayapmu dan senyumkan gigimu. Pera juga bisa lho.
Btw, gaya berpolitik pak Syamsul ternyata okeh punya lho. Padahal beliau bukan usungan parpol. Hehe, dengan bekalan Kohati Pera juga bisa lho. Asal sehat kuat ceria!
Politik perempuan? Perempuan berpolitik? Wah rasanya semakin marak aja tuh. Ya iya atuh lho, untuk urusan berbangsa dan bernegara juga perempuan kudu selalu eksis dan menonjol. Setidaknya harus tau setiap, saat apa yang dilakukan kaum lelaki. Kan nyaris semua isteri para politikus dan negarawan juga ikut memahami arus politik para suami. Bahkan banyak isteri politikus justru membuat garis politik suaminya menjadi jempolan. Ayo Pera kembangkan dadamu, kipaskan sayapmu dan senyumkan gigimu. Pera juga bisa lho.
Btw, gaya berpolitik pak Syamsul ternyata okeh punya lho. Padahal beliau bukan usungan parpol. Hehe, dengan bekalan Kohati Pera juga bisa lho. Asal sehat kuat ceria!
Amien Abah..doain aja Pera bisa...
Pak Syamsul? iya...unik. tapi dia sebenarnya kader Golkar kok Abah, tapi yaitu kerennya dia..meski tak maju dari Golkar bisa tetap diusung partai lain...menang pula..nah klo menangnya Pera yakin banget bukan karena partai..tapi emang Pak Syamsulnya itu dikenal banget ma masyarakat..tak hanya pamer diri menjelang pilkada seperti kebanyakan kandidat
Post a Comment