Katanya kau sang Dewi Sri
pemberi harapan kemakmuran negeri
sawah terhampar padi berjuntai
gemilang emas berseri-seri
Katanya kau Dewi Sri
berkurun waktu merajut janji
membuai harap kami dalam mimpi
kelak sampai masa tujuan tercapai
Sebuah negeri makmur sejahtera,
Katamu.
Lalu sampai pada satu masa mencekik
dimana musim demi musim hanyalah paceklik
Hutan menipis, sawah terdesak, udara sesak
Padi dipanen jadinya kerikil
kerja kerja kerja!
tapi hutang semakin melilit
Kau kah sang Dewi Sri ?
Kenapa begitu setia membelai tirani?
dengan buaian upeti dan angka-angka palsu
Stabil dan meningkat kau bilang
tapi mengapa kami semakin lapar?
aman terkendali kau bilang
kenapa semakin bekerja, semakin dipersulit
Gaji guru dan pensiunan kau anggap bagaikan beban
Sementara politisi pembual rela kau hidupi
Haruskah kami jadi koruptor agar bisa hidup sejahtera di negeri ini?
Haruskah kami menjadi si pemalas dan bergantung hidup dari bansos?
Haruskah kami jadi si bodoh yang terus mengemis pada "orang dalam"?
Dewi
kau peras asam keringat kami
terkuras habis dan kering
kau peras pula darah dan air mata kami
untuk hidangan gaya hidup para tirani
Berlagak anggun kau menginggalkan singgasanamu
Empat Belas tahun bekerja katamu?
Cih!
Perih tersayat melihatmu pergi
Pilu tapi bukan karena kehilangan dirimu
Kala jejak yang kau tinggal hanyalah kekacauan
Sungguh tak pantas kau pergi dengan senyuman
sedikitpun tak pantas.
Hai Dewi Sri
matilah demi menjelma jadi padi
itu lebih baik bagi negeri ini
tapi kurasa kau memang bukan Dewi Sri
Kau cuma Sri...
No comments:
Post a Comment