Thursday, June 29, 2017

Buku Takdir

Seperti perjalanan Sun Wu kong dan Chi Pat Kai menemani biarawan suci mencari buku ke barat, mungkin seperti itulah pencarianku untuk sebuah buku. 

Aku memaki peradaban rendah di kampungku yang menganggap rendah peran buku. tapi ternyata tak sesederhana itu persoalan buku yang ku cari ini.

Tanpa, sengaja pencarianku justru mempertemukanku dengan sang penulis.

Namun tak sekalipun si penulis memberikan bukunya. Aku akhirnya menemukan buku tersebut pada sebuah toko buku kecil di sudut kota surga para penulis. 

Setelah membaca buku itu terjawablah mengapa buku itu sulit sekali dtemukan. 
Mengapa sang penulis tak mau memberikannya langsung kepadaku.

Dan setelah membacanya, akupun harus menjaga agar tak mudah ditemukan. 

kau tau kenapa?


****

"Memangnya buku apa yang kau cari?". Kata si bapak tua penjual buku. Melihatku sudah dua jam mematuti rak bukunya yang kurang terawat. 

"Buku tentang takdir, Pak. Saya ingin tau takdir saya, takdir kampung saya, kapan akan berubah." Jawabku berterimakasih atas perhatiannya dan berharap si Pak tua pernah menemukannya. 

"Hah...mana ada buku seperti itu Nak, takdir itu cukup dijalani saja. Kamu tidak bisa menolaknya. Dia sudah ditetapkan bahkan sejak kamu masih belum jadi orok". eh...si Pak tua malah memberi ceramah. 

"Nah..karena itulah saya yakin buku seperti itu ada. sebelum saya lahir saja sudah ada bukan?". jawabku semakin ngotot

Si Bapak tua terdiam sejenak, memikirkan ucapan yang terlanjur dilepasnya.

"Hmm...anak muda, bukan sesederhana itu bentuknya. Takdir itu karya sang pencipta. Bukan dalam buku, takdir itu ditulis. Tapi pada alam, pada sang waktu. karena itulah kau harus menjalani saja.

Aku setengah tak mendengar ceramahnya, konsentrasiku masih pada tumpukan buku si Pak Tua. Warna merah, buku itu warna merah saga. Begitulah kata orang-orang yang pernah membacanya. Terbitannya masih baru. Buku itu langsung di bredel oleh pihak penguasa karena dianggap berbahaya. Hanya seminggu waktu buku itu bernafas di pasar buku. Namun beritanya sampai ke kampungku, dan sungguh aku penasaran. 
Bertahun aku berusaha mencapai kota kecil ini, aku yakin buku itu masih tersisa disini. Konon kota kecil ini surganya para penulis. Semua buku harusnya ada disini. Tempat para penulis menemukan teman sejatinya: Buku. 

"Tapi kalau pemikiran tentang takdir banyak nak, dari al Rusyd sampai Hamka, mungkin itu maksudmu kan?. kau suka aliran yang mana?. Yang menganggap takdir bisa berubah oleh usaha manusia, atau takdir yang sepenuhnya kekuasaan Allah".
Si Pak Tua masih berusaha melayaniku ternyata.

"Mmm...itu Pak, buku yang merah diatas itu". Kutunjukku buku merah tepat diposisi rak teratas, tidak begitu menojol karena berada ditengah. Aku mengenalinya dari punggung buku yang berwarna merah. sebuah simbol penerbit milik si penulis. Logo itu begitu lama ku cari.

Beringsut bapak tua itu menggeser kursi kayu. Meski terlihat ringkih, tubuh tua itu, masih gesit menaiki tangga dan mengambil buku itu.
sampai ketanganku.

"Saya percaya pak, setiap kita harus tau takdir apa yang akan kita jalani".

"Hmm itu pemikiran yang aneh".

"Nah...ini novel yang saya cari Pak. Ceritanya begitu. Si tokoh tau apa takdirnya, dan takdir nya tidak bisa berubah".

"Oh..ya...seperti mesin, apa menariknya, kalau kita tau apa yang akan terjadi?".

"Nah itu dia Pak yang membuatku penasaran sama buku ini".

Kubayar buku itu dan segera berlalu dari toko itu.

***

Aku sudah mencarimu kemana-mana. Dan ketika bertemu,

No comments: