Sunday, November 20, 2011

Sekretariat Tetap (SEKTAP) HMI Komisariat UMA











by Ahmad Arifin on Monday, July 25, 2011 at 12:53pm



Awalnya di suatu pagi di akhir tahun 1999 atau awal tahun 2000, seseorang datang ke Kantor Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Universitas Medan Area (UMA) hendak menyampaikan suatu permintaan kepada Pengurus. Waktu itu saya sendiri yang menjumpai sebab kawan-kawan lain sudah berangkat ke Kampus. Namanya Sutan Garang Dalimunthe biasa dipanggil Bang Munthe, dia adalah seorang tokoh masyarakat di Jalan Kapten M. Jamil Lubis Bandar Selamat, Medan -ialah tempat Kantor HMI Koms UMA berada. Seperti namanya, dia memang bertongkrongan garang dan menurut pengakuannya adalah bekas preman di Pasar Sambu sana. Rumahnya sendiri persis di seberang Kantor HMI Koms UMA yang pada waktu itu berkantor di Jalan Kapt. M. Jamil Lubis no 64. Jadi sebetulnya memang sebelum-sebelum inipun kami sudah cukup kenal lama.

Inti dari pertemuan singkat itu adalah harapan agar HMI Koms UMA bersedia membantu perjuangan masyarakat Bandar Selamat untuk membebaskan lahan PTPN yang terletak di Jalan Kolam persis di belakang Kampus UMA -juga persis di belakang Jalan Kapten M. Jamil Lubis. Tentu saja tidak terlalu sulit untuk mengabulkan permintaan tersebut sebab aspirasi itu jelas berasal dari masyarakat kecil di sekitar Koms dimana kita bertahun-tahun bergaul. Apalagi karena kita juga mengetahui secara jelas bahwa lahan yang dimaksud itu secara de facto memang selama ini sudah dikelola dan diolah masyarakat sekitar menjadi kebun sayur dan kolam ikan (darimana Jalan Kolam mendapatkan namanya).

Setelah itu maka HMI Koms UMA secara resmi turun menyokong perjuangan pembebasan lahan dimaksud. Ada beberapa kali dilakukan demonstrasi bersama masyarakat Bandar Selamat, a.l. ke BTN Deli Serdang di Lubuk Pakam serta ke Kantor Gubernur Sumatera Utara. Pimpinan aksi dari HMI Koms UMA berganti-ganti antara Sdr. Amril Sembiring, alm Abas dan Benny Indra. Ketua Umum HMI Koms UMA sendiri -yaitu saya- hanya berada di belakang layar. Pola aksi demikian memang merupakan ciri khas HMI dimana Ketua Umum harus disafetykan untuk menghindari terjadinya hal-hal yang diluar perkiraan. Yang unik adalah pada saat demonstrasi terakhir di bulan April 2000 dimana ketika itu unjuk rasa dilakukan di sela-sela pelaksanaan Rapat Anggota Komisariat (RAK)! Jadi, ketika malamnya baru saja 'bertempur' mempertanggungjawabkan kepengurusan selama satu periode di depan anggota yang berlangsung hingga dini hari maka pagi harinya dengan mata mengantuk seluruh peserta RAK -baik yang mengevaluasi LPJ Pengurus maupun yang udievaluasi- diangkut ke Kantor Gubernur Sumatera Utara untnk berdemo! Benar-benar mengharukan..

Meski demikian, lawan yang terutama dihadapi oleh masyarakat/mahasiswa bukanlah Pemda tetapi justru adalah pihak Kepolisian! Hal ini terutama karena yang disebut terakhir ini memiliki klaim atas lahan dimaksud sebagai bagian dari lahan asrama mereka sendiri. Perlu diketahui bahwa pada satu sisi areal lahan ini memang berbatasan dengan kompleks asrama Polri (meskipun batas-batasnya itu belum jelas di titik mana).

Dalam proses selanjutnya kemudian dicapai titik kompromi antara kedua belah pihak yaitu di titik lokasi yang terletak persis di belakang Gedung Fakultas Psikologi UMA. Di batas ini mereka membangun markasnya dan adapun masyarakat lalu menyorongkan Kantor HMI Koms UMA berada tepat di sebelahnya. Maksudnya sendiri sudah jelas bahwa jika suatu masa nanti ada permasalahan-permasalahan maka biarkan mereka -para Polisi itu- berhadapan langsung dengan mahasiswa via HMI Koms UMA!

Bang Munthe sendiri sejak awal memang menjanjikan akan menghibahkan sepetak tapak untuk Kantor HMI Koms UMA. Waktu itu saya tidak menanggapi terlalu serius karena merasa itu tidak prioritas dan sebenarnya kurang etis -sebab seolah motif perjuangan itu semata demi sepetak tanah sekalipun itu untuk keperluan organisasi.

Singkat cerita, akhirnya pembebasan lahan itupun terjadi sepenuhnya. Masyarakat berbagi tapak perumahan (sebagian ada yang menjualnya kemudian). HMI Koms UMA kebagian tapak perumahan di belakang Musholla di dekat markas Polisi. Jadi, selain untuk tujuan sebagaimana disebut di atas juga sekalian diharapkan anak-anak HMI yang konon beragama Islam itu bisa juga memakmurkan Musholla dan membina pengajian anak-anak sekitar.

Setelah lahan di dapat maka perlu dipikirkan pembangunan fisik bangunannya. Untuk itu dibentuklah kepanitiaan dengan konsep kepanitaan berkelanjutan. Artinya setiap periode kepengurusan memiliki kepanitiaan sesuai dengan tahapan pembangunan yang direncanakan. Di masa saya, Ketua Panitianya adalah Sdr. Asmar Zunawi Harahap. Fokus kerja kepanitiaan pada waktu itu hanya sekadar pendataan potensi alumni yang ada berhubung saat itu detik-detik terakhir kepengurusan HMI Koms UMA periode saya. Beberapa alumni HMI menyumbang material secara langsung seperti Kkd. Melloukey Ardan (dosen Fakultas Teknik UMA) menyumbang cincin untuk sumur yang sekarang dipakai sebagai sumber air bersih di Musholla itu.Oya, selain itu untuk proyek kegiatan ini kami memang benar-benar mengandalkan SDM yang tersedia. Misalnya untuk membuat gambar rencana kantor itu adalah kader sendiri yaitu Sdr. Syahruji (mahasiswa Arsitek FT UMA) sementara untuk membuat perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB) ditangani oleh Desi Ariani -Ketua Bidang PTKP HMI Koms UMA yang juga mahasiswa Sipil FT UMA. Lucunya, semuanya itu sebenarnya hanya untuk konsumsi di atas kertas proposal saja sebab realisasinya jauh panggang dari api.


Seterusnya, di masa Ketua Umum Sdr. Daud Salman Nasution yang menjabat sebagai Ketupat-nya adalah Sdr. Emri Muda Siregar dimana pada saat itu sudah dimulai pembangunan fisiknya. Nah, pembangunan fisik Kantor dimaksud akhirnya baru rampung di masa Ketua Umum Sdr. Alni Arni dengan Ketua Panitianya adalah Sdr. Habibullah.


Seharusnya setiap periode kepengurusan selepas Sdr. Alni Ardi bertanggung jawab melengkapi kebutuhan kantor anyar HMI Koms UMA itu. Yang paling penting tentu adalah masuknya aliran PLN. Untuk maksud itu Kkd. Irgan Chairul Mahfidz (anggota DPR-RI, alumni UMA dan mantan Ketua Umum HMI Cabang Medan) lewat usaha Bang Mell sudah menyumbangkan uang sebesar Rp. 1 juta. Sayangnya dengan berbagai alasan klise, berbagai kepengurusan setelahnya lalai atau tidak terlalu peduli. Butuh waktu 5-6 tahun kemudian di masa Ketua Umum terkini Sdr. Habibi akhirnya listrik mengalir juga ke bangunan itu.

Padahal -sekedar mengulas sejarah- hanya HMI Koms UMA-lah instansi HMI di tingkat Komisariat yang merupakan strata terbawah struktur organisasi HMI yang berkesempatan memiliki sebuah Sekretariat tetap dan bukannya sekadar rumah sewa seperti Komisariat-komisariat HMI lainnya. Bahkan masih cukup banyak Cabang-cabang HMI di seluruh Indonesia yang kantornya masih nomaden hingga kini. Karena itu pencapaian kita memiliki sebuah Kantor sendiri -yang didapat lewat perjuangan cukup heroik- adalah sebuah prestasi yang cukup spektakuler.

HMI Koms UMA sendiri semenjak awal pendiriannya di tahun 1980-an tidak pernah tidak memiliki kantor sendiri. Dulu kami menyebutnya Komisariat alih-alih Sektap sebagaimana anak-anak sekarang menyebutnya -Komisariat itu menunjukkan institusinya sementara Sektap merujuk tempat/fisiknya.

Komisariat yang pertama adalah apa yg disebut Sanoga (Jalan Sawi Nomor Tiga) terletak di sekitar Kampus awal UMA di Jalan Gatot Subroto. Selepas itu kemudian pindah ke Jalan Letda Sujono Gg Amal untuk seterusnya di masa Ketua Umum Kkd. Muazzul pindah ke Jalan Kapt M. Jamil Lubis No 64 sekitar tahun 1993 hingga berlanjut ke masa Sdr. Daud Salman Nst di akhir tahun 2000. Jadi dapat dilihat disini selama sekitar 20 tahun kantor HMI hanya pindah tiga kali atau yang keempat kalinya dengan yang sekarang. Kita tidak pernah mengalami situasi Sekbang (Sekretariat Terbang) sebagaimana sering dialami Komisariat-komisariat HMI lain yang berganti kantor seiring pergantian periode kepengurusan.

Hanya saja situasi itu pada saat yang sama juga memiliki arti bahwa setiap kepengurusai harus bekerja ekstra keras untuk mengumpulkan uang sewa dari alumni HMI yang sebenarnya belum banyak waktu itu. Belum lagi jika kita masukkan biaya-biaya ekstra seperti uang listrik, uang PAM dll kebutuhan normatif sebuah kantor. Itu belum pula kita masukkan pembiayaan untuk program kerja Koms. Sehingga tidaklah aneh jika pada setiap pelaksanaan kegiatan kerja Koms, Bendahara Umum Koms hanya menyertakan uang awal sekadarnya saja untuk membiayai kegiatan-kegiatan dimaksud. Adapun sisanya harus dicari dan dipenuhi sendiri oleh kepanitiaan yang dibentuk untuk maksud itu. Hebatnya, kegiatan demi kegiatan masih dapat berlangsung dengan baik ditengah segala keterbatasan itu.

Artinya, logika lurusnya akan mengatakan bahwa kepengurusan HMI Koms UMA periode selepas Sdr. Alni Ardi sudah bisa berbuat lebih baik lagi daripada pendahulu-pendahulunya olehkarena beberapa pos pengeluaran penting sudah dieliminasi: Uang sewa, air PAM dsb. Artinya lagi, seharusnya adik-adik itu sekarang sudah bisa berbuat lebih banyak dengan kiprah yang lebih bebas dalam aplikasi kegiatan organisasi HMI Koms UMA dalam fungsinya sebagai agent of social control dan agent of social change.

Jadi tantangan kepengurusan HMI Koms UMA periode milenium ini bukan sekadar menyamai apa yang kami perbuat dulunya tetapi justru harus mampu melebihinya lagi. Hanya itu yang akan membuat kami-kami yang sepuh ini bisa tenang memandang dari jauh sembari tersenyum mengenang masa lalu.

Demikian..


No comments: