Thursday, February 27, 2014

Amerika Serikat dan Kebijakan Luar Negerinya

Aku sangat gusar karena Trevor R. Olson, wakil konsulat Amerika Serikat (AS) di Medan menyatakan tidak ada hubungannya rakyat AS (dirinya) dengan kebijakan luar negeri AS.
Saat itu kesal tak terucapku, tapi tentu saja aku sangat..sangat ..sangat....tidak percaya.

Tadinya aku menjawab pertanyaannya tentang bagaimana masyarakat Islam disekitarku menilai AS.
Jujur saja kujawab.
Ya, Lingkungan sekitarku sangat membenci AS.

Kenapa?

jawabnya karena kebijakan-kebijakan luar negeri AS yang bikin gregetan. Soal Palestina, soal perang Irak, dll.semua terkesan arogan dan tidak fair.
Dibelakangnya terendus motivasi bisnis, culas.

Kusampaikan pada Trevor saat perkenalanku masuk sebagai nominasi dalam program IVLP (International Visitor Leadership Program), siapapun warga Indonesia yang berhubungan dengan AS pasti di cap Liberal (negatif).
Misal seseorang disekolahkan di AS, kembali ke Indonesia, pasti mendapat stereotip liberal, alias antek Amerika. Dan sejujurnya aku saat itu  merasakan dan sedang mempersiapkan diri menerima stereotip tersebut juga jika lolos dan diterima dalam program IVLP.

Aku bisa melihat Trevor juga gusar karena generalisasi tersebut. Tapi yah...beginilah cewek batak bicara, apa adanya, dan tak perlu berbelok-belok walau pada saat tertentu aku juga bisa berbicara lebih diplomatis dan melunak.

Kesimpulan Trevor saat itu, dia harus lebih banyak membaca lagi.
Yap...itu cara yang baik, jawabku saat itu. 

****
Mungkinkah karena pembicaraan yang sedikit sengit itu, aku terpilih menjadi peserta IVLP?
Sampai sekarang, tetap misteri bagiku
tapi ya...kunikmati sajalah misteri ini, menjalani 5 negera bagian Amerika yang orang Amerika sendiri pun belum tentu pernah menikmatinya. Sungguh aku merasa sangat beruntung. 

Kegusaranku terjawab dalam pertemuan dengan Mr. Akram R. Elias, Presiden of Capital Communication Group, Inc. dengan sangat lugas dan mencengangkanku saat itu. Si Bapak ini sangat lihai menjelaskan sistem demokrasi AS dalam waktu pertemuan kami yang tak lebih dari 2 jam. Seluruh tubuhnya bergerak penuh semangat, sekali-kali dia berkata sambil menatap mata kami "are you with me". Hei..kalimat itu berhasil mengalahkan kelelahan kami yang masih terpengaruh jet lag. Hari itu, di Wasington DC, adalah hari ketiga kami melakukan meeting untuk program IVLP.

Akan kuuraikan bagaimana sistem demokrasi di AS dalam tulisan tersendiri.
Mengingat Akram adalah orang yang sangat paham dengan sistem pemerintahan AS, maka kukira tepatlah pertanyaan ini kusampaikan padanya tentang pembicaraanku dengan Trevor sebelum berangkat ke AS. 
Kukaitkan juga dengan penjelasannya tentang demokrasi AS yang sangat demokratis sehingga memungkinkan seorang Obama yang 20 tahun yang lalu bukan siapa-siapa bisa menjadi presiden AS saat itu.


Dan dijawabnya begini:

"YA dan TIDAK". 
Dia diam sejenak, dan saat itu aku bingung dan sebal juga. Huuh...jawaban yang aneh. 

"Tidak, artinya begini, Rakyat AS tidak ada hubungan dengan kebijakan luar negeri AS, karena 98% rakyat AS sesungguh tidak perduli terhadap apa yang terjadi di belahan negara lain selain AS, Ya...mereka sangat kritis terhadap jalannya pemerintah mereka dalam mengelola negaranya, tetapi tidak perduli terhadap kondisi negara lain. Hal ini, kemudian menyebabkan tidak ada kontrol terhadap kebijakan luar negeri Amerika Serikat, 
Siapa yang mengendalikan kebijakan luar negeri Amerika Serikat tersebut?. ya warga negara yang tersisa yaitu 2%.
jadi YA, itu adalah suara dari 2% warga AS. 
dan TIDAK, adalah  jumlah 98% warga AS yang tidak perduli.
Maka hal itulah yang membentuk kebijakan luar negeri AS".

Aku terhenyak dengan jawaban itu, dan tak bertanya lebih detail, siapa saja 2% itu?. kenapa jumlahnya 2%?. data dari mana?.

Aku hanya teringat saat pidato Barack Obama pada kampanye-kampanye nya di saat pertama kali dia berusaha menjadi Presiden AS. Sampai-sampai pidato itu ku kipling dalam blog karena kagum terhadap cara pandang mereka terhadap dunia, bukan AS semata. ternyata, tak semua warga AS memikirkan dunia. 

Lalu pak Akram menambahi, 
"Rakyat AS akan berekasi terhadap kebijakan luar negeri AS, jika berkaitan dengan perang. Kenapa?
Karena perang berkaitan dengan anggota keluarga mereka yang akan dilibatkan dalam perang. Eh...tunggu dulu kalau perang, untuk apa, kenapa. disitulah baru kebijakan luar negri menjadi perhatian rakyat AS. 
Jadi selama tak mempengaruhi kehidupan mereka, rakyat AS, menyerahkan sepenuhnya kebijakan luar negri AS, kepada pihak pemerintah".

****
hmmm....egois bukan?.

Selesai diskusi dengan pak Akram, kami berkunjung melihat Capitol Building secara langsung. Pak Hengky, penerjemah kami yang gemar berdiskusi itu mencari umpan balik perubahan sudut pandang kami terhadap amerika. 
lalu, kujawab, pembicaraan inilah salah satu yang paling membuatku berbeda melihat amerika saat ini.
Pak Hengky menyimpulkan, nanti tanyalah kepada pihak federal, siapa yang 2% itu.

Aku terdiam.
Diantara pilar-pilar megah simbol demokrasi di gedung Capital hari itu, 
aku menemukan sendiri jawabannya
dan tak perlu kutanyakan lagi.
ada rasa mual dan sedih.

***
kau bisa jawab siapa mereka?
****

Mari berkaca dengan kebijakan luar negeri Indonesia yang sangat menyebalkan terhadap negara tetangganya. Seperti tercabutnya dua pulau sipadan dan ligitan dari Indonesia, ato masalah Reog Ponorogo dan Tari Pendet yang hendak dicaplok negara tetangga, ataupun perlindungan TKI yang disiksa oleh di negara lain.

Bisakah rakyat kita beri pengaruh terhadap kebijakan politik luar negri kita?.

Meski kita perduli, tapi kenyataannya tak bisa seperti yang kita harapkan.
orang-orang pemangku jabatan juga yang menentukan.

Aah...paling tidak, kita, Rakyat Indonesia, lebih perduli....terhadap kondisi dunia internasional.
**

5 comments:

MellaniEM said...

Hi,,,kak,,,saya suka membaca tulisanmu...

MellaniEM said...

kakk,,,,aku suka tulisan mu

Unknown said...

sangat menginspirasi kak :)

peranita said...

thanks tami :)

peranita said...

thanks tami :)