Sebenarnya saya sangat jarang mendapat keberuntungan. Tapi Jumat lalu benar-benar hari yang langka bagiku. Saat seorang teman kantor mendesakku untuk mencoba meraih peluang tiket friday movie mania, saya dengan setengah hati mengecek point simpatiku. Ternyata cukup untuk di tukarkan dengan tiket gratis friday movie mania. Itu pun masih bermalas-malasan mengirimkan smsnya. Kalau saja temenku tak berbagi kegembiraan karena smsnya berhasil, aku pun mungkin lupa kalau harus menukarkan 100 point itu untuk tiket nonton. Hanya 15 menit berselang setelah pukul 11.00 WIB, teman-temanku yang lain kehabisan kesempatan menukarkan pointnya.
Sms balasan dari simpati di tukarkan dengan voucher 2 tiket nonton dilapak simpati yang udah nampang sejak jam 12 siang di theater 21 Sun Plaza. O iya..ditukar lengkap dengan snacknya...Mantap tenan lah...benar-benar dimanjakan nih pelanggan simpati.
Berikutnya adalah memilih film. Ada 4 film yang sedang tayang. King Speech, The Mechanic, The Last three day...satu lagi...saya lupa...
Dari awal saya tertarik dengan King Speech itu. Alasan utamanya karena label 12 nominator Academy Award di poster filmnya. Poster dua lelaki berpakaian jas perlente, nampaknya mewakili bahwa genre film ini adalah drama. Sedang 3 film lainnya agaknya ber-genre action.
Enaknya sih nonton film action kalau di bioskop. Suaranya menggelegar, layar lebar, bisa bikin ikutan berdebar dengan adegan actionnya. Tapi tetap saja, aku memilih King Speech. Semata karena label nominator itu...wajar kan?. Saya ingin mendapatkan film yang menggugah saat itu. Bukan sekedar mengguncang adrenalin.
Tapi dalam hati penasarannya juga dengan judul itu...Tentang apa ya??apa film ini tentang pidato Raja yang berpengaruh?. klo memang iya...kok sepertinya tema yang membosankan ya?. Pemimpin mengandalkan kepiawaan retorika dalam mempengaruhi orang sekitarnya. Maka jika pemimpin lihai dalam berpidato, itu adalah hal yang sudah seharusnya...
Tapi owh....ternyata di tema inilah menariknya film ini...kemasan humor yang pas, juga membuat film ini tidak terjebak membosankan.
King Speech di awali tentang seorang lelaki yang dengan amat sangat gugup menuju podium. Dia adalah seorang pangeran, yang dinantikan berbicara di depan publik. Terlalu berlebihan rasanya orang-orang sekitar memotivasinya agar berani bicara di podium. Wajah tegang si pangeran juga menurutku aneh...terlalu tegang, kaku, jelas sekali tidak nyaman. Barulah ketika sang pangeran berbicara, tindakan belebihan diawal film ini jadi masuk di akal. Ternyata sang Pangeran Gagap. Amat sangat gagap..melebih Aziz Gagap dalam OVJ. :D
Mengucapkan sepatah kata pun Sang Pangeran kesulitan. Gagap gugup pun menjalar ke penonton seperti saya. Terikut-ikut ingin bicara...dan jadinya ngedumel, "wadoooh ngomong gitu aja kok sulit???"
Sulit bicara di depan umum, adalah wajar bagi pemula. Tapi bagi seorang pemimpin, calon penerus sebuah kerajaan besar, Adikuasa, tentulah bikin pusing kepala, bahkan bikin rakyat menunduk malu. Film ini menyiratkan betapa besarnya peranan kemampuan bicara bagi seorang pemimpin.
Ya iya...lah.... Pemimpin adalah penyampai ide di kepala. Berpidato adalah ketrampilan dasar yang dituntut dari seorang pemimpin.Tujuannya agar setiap perkataannya di mengerti dan berpengaruh bagi pendengarnya. Nah...pemimpin yang tidak bisa bicara dengan jelas, tentu saja dapat dikatakan tidak bisa jadi pemimpin.
Pangeran yang belajar berbicara itu bernama kecil Bertie. Anak kedua dari raja George V, penguasa kerajaan Inggris di masa menjelang Perang Dunia I meletus.
Sejak awal, Bertie menyadari kelemahannya, dan selalu berharap terhindar dari rutinitas yang menuntutnya bicara. Namun sebagai keluarga kerjaan, dia tidak bisa menolak dari tugas yang kadang hanya formalitas ini. Istrinya Elisabeth memiliki peran penting mendukung suaminya. Tak pernah menyerah mencari cara agar sang Suami bisa terlepas dari masalah gagap bicara saat berpidato. Dalam putus asa, setelah membaca iklan di koran, Elisabeth bertemu dengan Lionel, Dokter yang khusus mengatasi masalah kegagapan bicara. Dokter nyentrik ini, dengan terpana menerima pekerjaan barunya, namun Sang Dokter tetap teguh mengajukan syarat, pengobatan tetap harus dilakukan di kliniknya yang sederhana. Kepribadian yang teguh sang Dokter, bikin kagum sepanjang film ini. Tak perduli status sosial, Lionel benar-benar berupaya profesional dalam menjalankan tugasnya.
Dengan susah payah Elisabeth mengajak suaminya bertemu Lionel. Disinilah kisah terapi bicara sang pangeran dimulai. Dan dibaliknya terajut kisah persahabatan yang manis.
Terapi Lionel cukup menarik. Film ini menampilkan pengetahuan dalam olah bicara. Teknik dasar, kondisi fisik, melatih vokal vocabulary yang sulit, dan intonasi bicara. Dan yang paling penting adalah kondisi psikologis saat bicara. Kenyamanan adalah penting. Lionel dari awal meyakinkan Bertie bahwa gagap bukanlah sesuatu yang permanen. Anak-anak terlahir tidak menangis dengan gagap. Kondisi psikolgis yang menciptakan kegagapan muncul. Untuk kasus Bertie, ternyata kegagapannya di latar belakangi oleh kekerasan yang dialami di masa kecilnya dari pengasuhnya. Bertie tak sengaja dididik untuk tidak bicara dengan nyaman kepada orang tuanya. Sementara kondisi sosial menuntut Bertie untuk tampil sempurna terutama di arena publik. Beban mental yang berat, dan tak ada teman untuk berbagi membuat Bertie putus asa dan merasa tak mungkin disembuhkan.
Saya sangat suka adegan saat Lionel yang gusar mendapat pelajaran dari nasehat istrinya. Saat itu Lionel dan Berti baru saja bertengkar hebat. Dikarenakan Bertie tidak terima motivasi Lionel agar Bertie menjadi Raja Inggris. Persahabatan dan upaya penyembuhan Bertie berhenti total, dan membuat sedih Lionel. Sang Istri terheran-heran dengan kegagalan Lionel dalam mengobati pasiennya kali ini, dia pun berkata, "Mungkin kegagalanmu karena kau memaksa pasienmu menjadi seperti yang kau inginkan".
Nasehat istri Lionel ini mengkritik penyakit seorang guru. Guru seringkali memberikan interpretasi pemikirannya agar diikuti anak didiknya. Memaksa murid agar menjadi apa yang dipikirkan sang Guru. Padahal sesungguhnya Guru hanyalah memberikan jalan, agar sang murid sampai pada dirinya sendiri. Lionel hanya bertugas membantu Bertie berbicara, bukan mengarahkannya menjadi Raja. Lionel menyadari kesalahannya dan ingin minta maaf. Tapi bukan mudah minta maaf kepada keluarga kerajaan.
Raja George V wafat, dan digantikan oleh anak pertamanya. Namun karena cinta terlarangnya dengan perempuan berstatus janda, Sang Raja baru ini pun secara sukarela meletakkan jabatannya sebagai Raja. Otomatis, Bertie, sebagai anak kedua, harus meneruskan estafet kekuasaan berikutnya. Bertie pun menjadi Raja George VI.
Mau tidak mau, Bertie dan Lionel harus bekerja sama kembali. Tugas pertamanya adalah membantu pelantikan Raja Geroge VI. Disini keprofesionalan Lionel diuji secara formal. Gereja tidak suka dengan Lionel yang ujug-ujug menjadi konsultan Raja. Sertifikat keprofesian yang tidak dimiliki Lionel menjadi alasan ketidak layakannya menjadi dokter.Lionel memang bukan Dokter yang diakui secara resmi. Lionel tak ambil peduli dengan dalih-dalih formalitas. Lionel berkata : Saya punya pengalaman dalam mengobati para tentara yang korban perang, saya banyak belajar dari mereka. Yang mereka butuhkan adalah teman yang mendengarkan. Saya yakin kamu dapat merasakan persahabatan saya. George VI tercenung, dan kemudian tak ambil pusing lagi dengan formalitas. Tekadnya telah bulat untuk sembuh dari gagap dan Lionel mampu membantunya untuk itu.
Inggris di masa jabatan George VI mulai didesak untuk mengambil sikap terhadap Jerman. Perang dunia I meletus. Raja Inggris harus tampil kedepan menenangkan warganya, membangun semangat patriotisme bangsanya. Setiap orang menantikan ucapan sang Raja. Film ini ditutup dengan pidato yang khidmat dari sang Raja. Optimisme bangsa terbangun, dari bilik tertutup, dimana Bertie didampingi Lionel menyampaikan pidatonya. Tak banyak tau, betapa besar kesulitan sang raja agar mampu menyampaikan pidato itu dengan baik. Pidato yang tak juga sempurna itu, mampu menguatkan semangat Inggris menghadapi perang yang mengerikan.
Jika dibandingkan Hitler, yang juga hidup di masa George VI, tentu saja kekuatan pidato Raja Inggris ini jauh lebih rendah. Tapi film ini menunjukkan kekuatan untuk belajar, keinginan yang kuat untuk mengalahkan kesulitan yang ada dalam diri sendiri. Dengan dukungan orang-orang sekitar memang penting, tapi kendali yang utama adalah kemauan dari diri sendiri.
****Menonton film ini, saya jadi terkenang setiap masa ketika harus menyampaikan pidato. Bagaimana dingin tiba-tiba menjalar, jantung berdegup kencang, dan perasaan tertekan yang muncul mendadak. Film ini, mengajarkan secara mental dan teknis, bagaimana mengatasinya. Dan apapun itu, sekali lagi, tetap berpulang pada diri sendiri...Mau belajar atau tidak...
****
Pulang nonton tengah malam, kusempatkan update status di wall facebook ku...
Apa jadinya negara, jika Rajanya seperti Azis gagap?.
Begitulah kisah dalam film King Speech
benar-benar film bagusz..high recomended
Makasih Simpati...Dapat tiket nonton film gratis dari Friday Movie Mania simpati
bulan depan...sy mau lagi yaa ^_^
No comments:
Post a Comment