Thursday, September 04, 2008

Debat Partai ala Pasar

Baru saja selesai menonton acara debat partai di TVone...
(iya..iya..aku dengar protesmu,aku gak tarawih kan?stop that.ok.)

Debat partai Antara PBR dan PDK.
Satunya adalah partai yang mencalonkan aku manjadi caleg.
Satunya lagi adalah partai yang mencalokan Uda ku.

Wis..aku penasaran.
Plus aku juga blom pernah perhatiin Bursah Zarnubi bicara.

Sejujurnya aku pusing mengikuti acara ini sampai selesai. Semua berebutan bicara. Seolah semakin keras mereka bicara, maka akan di dengar. Padahal aku (penonton) cuma dengar sepotong-sepotong sambil bengong.

Pembawa acaranya 2 orang seperti wasit tapi lebih pas sebagai provokator. Padahal fungsi moderator yang bisa mengendalikan susana penting di acara seperti ini,agar kualitas debat sampai ke penonton dan bukannya menampilkan tegang urat leher para pendukung partai.

Acara ini mempertontonkan tidak inteleknya fungsionaris partai, meski didalamnya ada orang yang katanya 'intelek'.

Sebut sajalah Rias Rasyid,konon beliau adalah penggagas otonomi daerah.
Satu lagi yang baru-baru ini mencuri perhatianku : Sudir Santoso, ketua parade nusantara.

Pernah aku menonton nya dalam sebuah debat juga.
Gayanya tenang dan kharismatik bikin aku simpati.
Sejenak hati bergumam: Mungkin begini lah Jendral Sudirman dulu ya?
(cara berpakaian sudir ala Jendral dan namanya tingal di tambah 'man').

Akan tetapi di di acara ini, Sudir Santoso tenggelam dengan riuh rendah partainya sendiri dan partai lawan debat.Ditambah pula suara 2 pembawa acara yang sekali-kali harus melengkingkan suara agar dapat di dengar, tak cerdas pula.

Dan..

Bah!? ketauan juga konsepnya yang nyeleneh tentang pembangunan pedesaan. Mengalokasikan APBN lansung ke desa?.

Yang benar saja Bung?

Itu sama saja menumpahkan air ke gurun sebanyak-banyaknya. Dan Gurun cuma basah sebentar. Kenapa?
karena bukan air sumber permasalahan di Gurun.

Bukan dana sumber permasalah di Desa!.

Tapi sistem yang tidak memihak petani
(petani=mayoritas penghuni desa..catat..kepala desa cuma 1 orangnya saja).
Ada tak ada dana, petani tetap bertani. Hanya saja hasilnya tidak bisa menjadi penghidupan.
Jika kemarau,harus ngutang untuk menambahi kebutuhan hidup.
Jika produksi berlebih, teronggok busuk tak menghasilkan uang.
Bisakah hal itu selesai dengan memberi dana langsung???
plis deh..
Idemu itu membunuh petani.

Lebih konkrit tawaran PBR, meski hanya mengusahakan ketersediaan pupuk.
(ehm..suer..ini objektif)

Kenapa?
Petani kerjanya ya..bertani. mengelola pertanian dan tentunya dengan pupuk.
Jangan petani di cekoki pupuk, kemudian di naikkan harganya bahkan kemudian hilang dari peredaran. Persis sepertinya hilangnya peredaran Gas tabung 12 kilo sekarang.

Tugas Pemerintah sebenarnya cukup mendukung, agar petani bekerja dengan baik. itu saja.
Tak perlu beri uang segepok. Beri saja Stabilitas pasar.Itu sudah lebih dari cukup dbandingkan uang mu.

(Petani menerima uang segepok. Ntar malah di belikan kulkas buat lemari baju.)

Bung Sudir Santoso, gak jadi deh aku ngefans ma mu.
Meski Kepala Desa, Meski ketua persatuan kepala desa se Indonesia (malah)..
tapi memang lah kau ndeso.

Bung..
ThinK global, Act Locally Sir!
Jangan sebaliknya.

2 comments:

Unknown said...

dulunya sebelum seseorang mencapai sebuah ambisinya, dia adalah seorang yang sangat idealis, religis dan sosialis.

tetapi setelah semua ambisinya tercapai, dia justru menjadi seorang munafikis dan pendosais

menurutku itulah sifat manusia yang terlalu berambisi...nah menurutku semua tokoh semua yang berkecimpung di dunia politik mempunyai ambisi, dan pasti akan seperti itu.

ku berharap ambisi seorang pera tidaklah terlalu muluk-muluk dalam berpolitik.

peace !!

peranita said...

No Body's Perfect
that why I need You to remind me.

ambisi adalah ibarat warna merah menyala, asal komposisinya tepat, indah bukan?

Politik?
bukan hanya politik praktis di legislatif ato eksekutif. politik ada di setiap bagian kehidupan. termasuk politik buat gaet calon pendamping.hehehe