Wednesday, August 20, 2008

Emansipasi dan Politik itu Beda!

Dukung mendukung perempuan di dunia politik jangan sekedar melihat lingkup relasi perempuan dan lelaki saja. itu Terlalu sempit.dan hanya akan menjadi debat kusir padahal solusi sebenarnya adalah bagaimana menjalin komunikasi yang baik di kedua pihak.

Relasi perempuan dan laki-laki akan sangat berbeda jika di bahas dalam konteks politik & demokrasi, dimana banyak kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak di tentukan.

Perempuan di politik sangat penting karena :
Bicara demokrasi adalah bicara perwakilan kepentingan. Tak masuknya kepentingan setengah masyarakat (perempuan) menghasilkan kebijakan yang timpang dan ujung-ujungnya tak nyaman bagi kedua pihak (laki-laki dan perempuan).
Banyak contoh kebijakan yang tak mengakomodasi kepentingan perempuan tapi mengorban kan perempuan. Contoh paling jelas adalah, Pemaksaan alat kontrasepsi pada perempuan.
Ketika lingkungan hidup rusak,kelompok yang paling rentan adalah perempuan dan anak (lihat saja daftar korban jika terjadi bencana).
Dalam pemberantasan prostitusi yang di razia adalah kaum perempuan (korban) padahal pembelinya adalah kaum laki-laki yang bebas jajan sana-sini. Perhatikan kejahatan yang bermula dari hasrat seksual tak terkendali milik laki-laki, dalam pemberantasannya justru perempuan yang dianggap biang masalah.
Yang sering diungkit ketika perempuan terjun ke publik adalah :jangan lupa kodrat mengurus rumah tangga.
Lho...siapa yang memisahkan pekerjaan dengan urusan rumah tangga? bukankan kebijakan laki-laki?. Pernah melihat ibu tani bekerja di sawah yang masih menggendong anaknya?

Realistis lah.
Kita tidak bisa menutup mata, perempuan bekerja sekarang karena tuntuan hidup. bukan sekedar gengsi wanita karir...tapi banyak yang murni mencari makan, mungkin membantu suami, atau bahkan memberi makan suami dan anaknya (contoh:TKW).
Siapa yang berjuang memperhatikan hak mereka jika perempuan tak terjun ke politik dan memberikan kemudahan dan penghargaan selayaknya bagi kaum perempuan. Bukankah baik jika perempuan di beri ruang bekerja tetapi tetap terjaga keutuhan keluarga (unsur terkecil negara)?. Jika perempuan (visioner) semakin banyak di politik,tentu keadaan yang lebih baik bagi perempuan akan lebih mudah terwujud.

Saya setuju dengan pendapat mu bahwa Perempuan memang cenderung plegmatis, memilih diam saat terzholimi. Melihat yang salah tetapi tetap tak berbuat.
Mungkin akan banyak perempuan memilih Golput?..Aku tak heran lah.

Saranku...benar-benar buka mata. Lihat nasib kaum perempuan. Benarkah diam menyelesaikan persoalan?


balasan kesal di sebuah milist
Re: Dukungan Atas Emansipasi wanita yang membabi buta
Posted by: "Weni Suryandari" wenivni@yahoo.com wenivni
Wed Aug 20, 2008 1:40 am (PDT)
Salam kenal Nia,
Topik yang menarik. Emansipasi wanita memang tak pernah habis digali dan diperdebatkan. saya setuju dengan adanya emansipasi wanita ataupun kesetaraan gender jika kita berbicara masalah kemampuan secara profesional. Namun di banyak wilayah aktifitas atau pekerjaan, hal ini masih menjadi utopis saja, karena banyak juga kaum pria yang khawatir posisinya terpinggirkan jika wanita bertaring macan menunjukkan kemampuannya. Ada beberapa hal yang perlu dijadikan bahan renungan bagi kita semua :
1. Dominasi pria masih terasa begitu kuat berakar pada segi-segi kehidupan masyarakat.
2. Budaya perkawinan masih mengentalkan adat istiadat kepatuhan wanita pada laki-laki. Ini merujuk pada Ayat Qur'an dan hadits Rosul yang memang diimani.
3.Pada beberapa hal tertentu, bagaimana dengan tuntutan bahwa Pria harus mampu memimpin dan menjadi panutan? Pada kenyataannya, apa yang bisa diperbuat para wanita jika melihat pria bertingkah laku tidak layak sebagai pemimpin? Menjerit? meludah? melecehkan? Tak ada, dan wanita hanya mengelus dada dan menangis. Itu dari sisi karkteristik, dan fitrahnya ya.
Diatas semua hal tersebut di atas, apakah masih relevan jika kita berbicara mengenai kuota perempuan dalam legislatif? Jika ya, apakah akan cukup berhasil mengentaskan kemiskinan dalam setiap segi kehidupan bangsa? Jangan-jangan setelah terpilih, mereka akan sibuk mempertahankan kekuasaan dan minta naik gaji, pun tak ada pembelaan terhadap nasib kaum perempuan yang tertindas. Apa yang bisa dilakukan... .?
So, Nia, perkara 20%, 30%, atau 40%, semua terpulang kepada konsistensi dan hati nurani para caleg wanita untuk lebih mengedepankan keadilan dan pemerataan.
namanya juga curhat, saya juga curhat sebelum memutuskan untuk memilih golput.He3x
Salam,
Weni Suryandari

--- On Wed, 8/20/08, Nia wrote:
From: Nia
Subject: [penulislepas] Dukungan Atas Emansipasi wanita yang membabi buta
To: penulislepas@ yahoogroups. com
Date: Wednesday, August 20, 2008, 3:05 AM

Isu Emansipasi wanita saat ini sangat laris manis dan di

gembar gemborkan diindonesia, hingga pada pendaftaran Partai Politik pun

disyaratkan bahwa terdapat 30% calon legislatif perempuan..

Apakah

ini untuk menunjukkan bahwa indonesia sangat mendukung emansipasi

wanita...atau hanya latah dan daya tarik bagi warga negara Indonesia

berjenis kelamin perempuan yang notabene lebih banyak dari pria...

Masalahnya

sebenarnya bukan pada jumlah 30 % itu tapi pada kualitas calon

legislatifnya. .bila memang caleg perempuan yang komepeten yang diusung

oleh partai tersebut memang tidak memenuhi 30% dari jumlah calegnya

menurut saya hal tersebut sah2 saja..

apakah

hanya karna untuk memenuhi kuota itu lalu partai yang merupakan

"inspirasi rakyat" dengan semena2 mencomot caleg perempuan tanpa

melihat kualitas dari caleg tersebut?

Toh yang sedang diperjuangkan bukanlah hanya kepentingan wanita atau pria secara terkotak2..

Emansipasi

wanita itu adalah dimana seorang wanita diakui kemampuannya sama dengan

pria tanpa melihat apakah dia wanita atau bukan.

Maaf jika tidak berkenan ini hanya curahan hati
____________ _________ _________ _________ _________ _________ _

No comments: