Wednesday, August 22, 2007

POTRET ANAK JALANAN DI KOTA MEDAN

ini tulisan lamaku, hebohnya bikin perda gepeng, aku jadi ingat tulisan yang ditolak mentah-mentah oleh sebuah harian surat kabar di Medan.di buang sayang ya...kuterbitin sendiri :D


Budi, nama anak kecil itu, berdiri dengan memegang gitar kecil, dengan langkah lucunya, sambil tersenyum lugu mendekat, tak seberapa lama tangan mungilnya itu memainkan senar gitar, dan bibir kecilnya mulai melantunkan lagu sumbang. Sungguh menggemaskan melihat anak itu bernyanyi begitu lugunya, matanya berkata ke pada semua untuk memberikan uang recehan sebagai penghargaan usaha kecilnya. Ketika kuberikan, mata itu berbinar dan kembali berkata terimakasih diikuti senyum manisnya.

Anak itu lucu, badannya yang mungil, menunjukkan usianya tak lebih dari 5 tahun, pipinya bulat menggemaskan, walaupun wajah dan tubuhnya kotor oleh debu jalanan, tapi kulitnya, rona matanya yang bersinar, pipinya yang menggemaskan itu, menunjukkan dia anak yang sehat, segar bugar. Entah kemana orang tuanya, hingga tega membiarkan anaknya hidup di jalanan, diusia sedini itu.
Itu salah satu anak jalanan dari ratusan anak jalanan di kota Medan tercinta ini. Di persimpangan jalan kota Medan yang lain, seorang bocah umurnya lebih tua dari si kecil yang lucu tadi, sekitar 7-8 tahun, badannya kurus, baju kumal, matanya tidak bersinar, dan dia berbeda dengan si anak balita tadi, ia justru memanfaatkan kekumalannya dengan tambahan kotak kecil, kadang-kadang tangan kumalnya saja yang ditengadahkan kepada siapa saja yang lewat. Dia menjual rasa iba ke setiap orang yang memandangnya. Seorang gadis penasaran bertanya, dimana orang tua si anak yang harusnya menjaganya, dengan takut bercampur malu si anak menjawab bahwa ibunya juga pengemis. Gadis penasaran itu hanya menghela nafas, tersenyum pahit, dan terpaksa maklum, sambil memberikan recehan sisa belanjanya sekedar membayar rasa iba yang dibelinya dari si anak tadi.

Di persimpangan jalan kota Medan yang lain, anak-anak di pinggiran jalan itu bergerombol, memperebutkan sebuah kaleng yang baru saja di beli dari hasil menegadahkan tangan atau menyanyikan suara sumbangnya di sisa atap angkutan kota. Kaleng berwarna orange itu dihirup bergantian. Dan tak lama kemudian mereka pun menikmati dunia imajinasinya masing-masing, sekaligus merusak otak dan masa depannya.
Ketiga pemandangan dari sudut persimpangan jalan kota Medan tersebut, telah terbiasa terlihat sehari-hari. Sebagian kita tak perduli, sebagian lain menganggap hal itu adalah masalah.

Jumlah anak-anak jalanan semakin hari semakin meningkat, jika 2 tahun yang lalu hanya ada 3-5 orang anak jalanan di beberapa sudut kota tertentu, sekarang hampir di setiap sudut persimpangan kota Medan, dibawah gemerlap mewah lampu kota Medan, dengan mudah dapat kita temukan mereka dan jumlahnya puluhan.
Konon, dibalik anak jalanan tesebut ada mafia yang mengorganisir mereka, dan menempatkannya ditempat-tempat strategis kota. Mereka diperalat. Dan akan terus diperalat.

Apakah pemerintah selama ini hanya diam saja?, apakah tidak ada yang tergerak untuk membantu?. Beberapa program pemerintah coba melakukan upaya penyelamatan anak-anak bangsa ini, beberapa LSM, juga melakukn hal yang sama. Namun mengapa kian hari kian bertambah?

Anak jalanan adalah kelompok masyarakat kota yang termarginalkan. Dan sebagai anggota masyarakat, mereka juga berhak diayomi negara, dipastikan kesejahteraan dan pendidikannya, bagaimanapun, anak jalanan adalah calon-calon penerus bangsa kedepan, yang jika dibiarkan terus ada, kelak jika mereka dewasa semakin memberi beban kepada masyarakat dan negara.

Gaya hidup anak jalanan mendidik mereka untuk menjual rasa iba, sejak dini, melahirkan mental-mental rusak yang semakin kental ketika mereka dewasa nantinya. Dan jika hal ini terjadi, akan melahirkan semakin banyak penyakit sosial, dan tingkat-tingkat kriminalitas di masyarakat. Si Budi kecil yang lucu, diawal kisah tadi, kelak akan terpengaruh teman-temannya untuk nge”lem” atau nge”boat”, dan pipi bulatnya akan cekung, binar matanya akan meredup, tubuh kecilnya akan layu, kurus kering oleh narkoba. Sekolah hanya jadi tempat membosankan dan membingungkan saja, sementara para mafia_yang bisa jadi orang tua mereka sendiri_ justru memanfaatkan mereka. Dan ketika si Budi semakin dewasa, kebutuhan semakin bertambah, sementara keterampilan yang dipunyai hanya menyanyi sumbang dan menengadahkan tangan tidak bisa diharapkan lagi.

Bagaimana kita membantu mereka?.
Pertama, jangan biasakan memberikan sereceh uang sisa belanja, tapi berikan lah setetes kasih. Itu lebih bermakna!
Sereceh uang sisa belanja hanyalah penawar iba sesaat saja. Sekedar pelepas diri dari rasa kasihan yang hinggap sesaat. Namun ketika hal itu terjadi, maka akan menjadi proses si anak. Si anak akan berfikir sempit dalam menjalani hidup dari jalan meminta. Mari tebus rasa kasihan dengan cara yang lebih mendidik, dan membangun, memberikan keahlian, ketrampilan, memberikan alat mereka mencari nafkah bukan meyuapinya terus menerus. Mudah-mudahan kelak mereka akan jadi pekerja keras yang berfikir untuk menggunakan alatnya sebaik mungkin. Namun jika tidak mampu lakukan hal ini, maka jangan merusak mereka dengan meberi recehan sisa belanja. Itu sudah cukup.


Kedua
, merubah sistem dengan sitem yang lebih baik.
Kata bijak Umar Bin Khattab perlu kita renungi bersama yaitu: “ Kejahatan yang terorganisir/tersistem dengan baik akan mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir/tersistem dengan baik, sebaliknya, kebaikan yang teroganisir/tersistem dengan baik, pasti akan menghancurkan kejahatan yang tidak teroganisir/tersistem dengan baik”. Ketika kita memberikan sumbangan sereceh uang sisa belanja, itu adalah sebuah kebaikan, tapi bukan kebaikan yang terorganisir dengan baik, sementara kondisi anak-anak jalanan yang tersebar di hampir setiap sudut persimpangan jalan kota, di organisir/tersistem yang menguntungkan pihak mafia, dan mengeksploitasi anak jalanan. Bangunlah lingkungan kita, melalui kelompok-kelompok msyarakat disekitar kita, mencari solusi, membantu anak jalanan. Banyak yang masih bisa kita lakukan.

Ketiga, kerjasama semua pihak.
Kerja sama semua pihak adalah sebuah kekuatan yang ampuh untuk membersihkan secara total anak-anak jalanan di kota medan, pemerintah, tokoh agama, orang tua, organisasi saling bahu membahu. Tugas pemerintah melaksanakan, masyarakat mengarahkan kebiakan-kebijakan yang harus diambil pemerintah. Masyarakat perlu mendesak agar pemerintah bersikap tegas kepada para mafia, berpartisipasi membersihkan anak jalanan dari persimpangan jalan kota, memberikan pekerjaan yang layak dan mendidik. Dan masyarakat pun harus memberi sumbangsih yang sama.
Selamat menyambut masa depan anak Indonesia, anak Jalanan

9 comments:

Anonymous said...

bagus, punya nilai akademis

tapi ada beberapa kata yang kurang menggunakan istilah dalam ilmu yang sesuai dengan tulisan ini.

tapi apapun itu yang nulis ini seorang arsitek atau seorang aktivis sosial termasuk didalamnya seorang pekerja sosial?????????
IDENYA ITU LOH

kemudian di penutupnya, perlu ada penutup yang lebih tajam lagi agar tulisan bisa lebih masuk kedalam pemecahan masalah.

its good

herman

Anonymous said...

bagus..bagus...
trus, gimana dengan aplikasinya?
can we begin?

Anonymous said...

Terima kasih banyak untuk menulis ini, itu unbelieveably informatif dan menceritakan ton

Anonymous said...

terima kasih amigo! besar posting!

peranita said...

terimakasih semua...
untuk tulisan sederhana dari sudut pandang yang sederhana pula

belakangan ini aku mulai berubah melihat mereka....
meski tetap..jalanan bukan lah tempat yang baik bagi tumbuh kembang anak.

peranita said...

terimakasih semua...
untuk tulisan sederhana dari sudut pandang yang sederhana pula

belakangan ini aku mulai berubah melihat mereka....
meski tetap..jalanan bukan lah tempat yang baik bagi tumbuh kembang anak.

irma said...

assalaamu'alaikum

kalau boleh saya koreksi sedikit,

yang mengatakan "kejahatan yang terorganisir dng baik ..." sepertinya bukan Umar bin Khattab, RA. Tapi Sayyidina Ali bin Abi Thalib, RA.

terlepas dari semuanya, saya sangat mengagumi tulisan ini.

terima kasih

laban said...

bagus juga, tapiu sayng ditolak media ya, boss kita cari info tentang the bambos ( sianak jalanan medan itu ) kalau ada mp3 lagunya mohon diposting yah . . .

adam said...

salam kenal teman2 sekalian,
nama saya zulfikar, saya mahasiswa magister informatika di USU. dulu waktu S1 sya di bandung dan kami mendirikan RUMAH MIMPI, kami mengumpulkan anak2 jalanan dan memberikan pelajaran sama mereka. dan sampai sekarang msh berjalan.
nah skrg, saya ingin mengajak teman2 sekalian yg perduli thdp pendidikan anak2 jalanan yg ada di kota medan untuk membuat semacam rumah mimpi seperti saya dulu. karena saya tidak begitu mengetahui banyak seluk beluk kota medan. jika ada yg ingin bergabung membentuk kegiatan sosial ini, mari kita bicarakan, kontak saya 081221214686. terima kasih