Ghulam Ahmad mengaku-ngaku sang Nabi terakhir, Lia Eden dibisiki oleh jibril membangun jamaah salamullah, dan yang sedang ngetrend, Ahmad Moshaddeq, mendapat wahyu dari Allah sebagai Rasul.
Dan Marajin…
justru mengaku Iblis!
…………………………
Marajin benar-benar sempoyongan dibuat kondisi musholla akhir-akhir ini. Semua sibuk dengan bahasan aliran sesat. Kampret…ada apa dengan mahasiswa yang terbiasa berfikir kritis ini. Kenapa tiba-tiba begitu hangat dengan bahasan: ayo…kita babat aliran sesat!
Oya…sebelumnya…
Perkenalkan dulu : Musholla Teknik ¡ . Alias Mustek.
Posisi bangunan kecil ini berdampingan dengan Kampus jurusan Arsitektur yang mahasiswa nya jarang mandi apalagi sholat. Meskipun begitu, anak citex (begitulah panggilan keren mereka) paling bangga membicarakan arsitektur Musholla Teknik tersebut. Mereka tak mau kalah dengan mesjid salman ITB yang anggun tanpa kubahnya.
Karena Mesjid USU tak membanggakan sama sekali, mereka lebih memilih membanggakan mushalla mungil yang apik ini. Hehehe..pantang kalah!.
Memang Gedung musholla tersebut termasuk paling unik diantara musholla fakultas lainnya. Ruang nya di bagi dalam 2 bagian besar, 1 ruang sholat utama, dilindungi oleh kaca yang transparan mengambil 1/3 bagian bangunan keseluruhan. Disebut ruang sholat utama, karena ruang ini lebih terlindung daripada ruang sholat yang kedua. Ruang sholat kedua ini lebih berupa teras yang luas, luasnya 2/3 bangunan sisa dari ruang sholat utama. Hanya digunakan untuk sholat jika ada pembludakaan jamaah disaat-saat jadwal padat kuliah. Tapi ruangan ini lebih banyak digunakan sebagai tempat diskusi mahasiswa, juga tempat meluruskan kaki paling nyaman di area kampus.
Konon, Musholla ini memang dirancang untuk tempat diskusi oleh arsiteknya. Mungkin arsiteknya kala itu berfikir, sebuah tempat sholat bukan saja tempat jiwa bermunajat kepada sang khalik, tapi juga tempat akal bertemu bertarung dan mungkin kemudian tunduk dengan segala tetek bengek dalam Ajaran sang Khalik. Huekss…berat ya?.
Oke...kembali tentang arsitektur Musholla.
Atap musholla ini, seperti lipitan rok yang mengembang di hembus angin, atau lebih mirip kulit kerang. Semoga bentuk ini bukan karena hayalan sang Arsitek pada rok atau kerang. Tapi jika dari jauh memandang, tampak keteduhan di bawah naungan atapnya, ditambah rajinnya anak kampus yang beristirahat sembari berdiskusi, seolah mengajak orang yang lewat untuk singgah.
Seperti juga bentuk bangunannya, musholla ini sangat terbuka dengan berbagai macam organisasi Islam, dan juga berbagai aliran Islam.
Nah, Bagi Marajin….Musholla ini adalah surga pertamanya di Kampus.
Kenapa?. Bukan karena Teduhnya yang membuatnya sejenak melepas penat studio yang meng-kuli-kan dirinya tak beda dengan romusha jaman Jepang, tapi karena Musholla ini menjadi studionya berekspresi terhadap keyakinannya.
Ragam organisasi dan aliran didalamnya menjadi harmoni yang indah bak lukisan.
Eits... Jangan pikir harmoni itu damai, didalamnya ada konflik. Ibarat perang dingin pasca perang dunia II. Tak tampak tapi terasa. Ada larak-lirik, tarik-menarik kader, ada rebutan posisi di BKM (Badan Kenaziran Musholla) yang bisa merambat hingga urusan Birokrasi kampus, ada persaingan diskusi ke diskusi. Sampai rebutan posisi strategis di majalah dinding Musholla. Hmmm....yang jelas persaingan tersebut dipicu berbagai aliran-aliran Islam yang ada di kepala aktivis-aktivisnya di kampus.
Dan sekarang Marajin sang Jin Kakus benar-benar sedang puyeng sunnah (puyeng wajibnya adalah: tanduk merah di kepalanya).
Pasalnya adalah Fanatisme. Fanatisme adalah musuh utamanya. Beberapa fakultas lain disekitar teknik, fanatisme itu sudah menjalar. Bayangkan saja, baru mau ber-wudhu saja ada rasa tak nyaman karena di pandangi dari atas ke bawah oleh “yang merasa pemilik musholla, penegak syariah”. Cuiiiih!. Seolah adak yang berkata: Yang penting simbol dulu..soal hati menyusul...
Nah puncaknya, ketika salah satu organisasi sedang memobilisasi massa untuk membabat aliran yang di cap sesat oleh MUI.
Gila nih...Mustek jadi posko anarkis berdalih agama.
STOP!......
Marajin menghadang rombongan yang sudah siap dengan perangkat yel-yel dan atribut atributnya.
“ Kalau kalian memang menganggap apa yang kalian lakukan benar….jangan bawa-bawa mushalla teknik!., jangan kumpulin orang di kampus!....sono kumpulin orang di kantor MUI. Mereka yang buat fatwa. Bukan Kampus!”
Rombongan itu surut dan bubar tak berani melawan hadangan Marajin.
Hebat bukan?.
Meraka bubar bukan karena segan dengan tampang Marajin yang hitam kumal dan jarang mandi. Mereka bubar juga bukan karena takut kalah bertarung dengan tubuh kerempeng Marajin yang jarang makan.
Ada selebaran yang menyebar tiba-tiba di pagi hari, kala kampus mulai bergeliat.
Kemarin, di DPR (dibawah pohon rindang) di depan Musholla sambil mengunyah bakwan pecel Bi Upik, Sang pengerak massanya sudah telak di taklukkan Marajin dengan segala retorika dan teorinya.
Intinya Marajin Cuma bilang:
“ Andai aku adalah Sang Iblis!!!!!!!!!!”
“Mana yang jadi tugasmu sebenarnya… musnahkan Iblis atau nabi palsu?!”
Lawan Marajin manggut-manggut dengan janggutnya. Sementara Marajin, mengusap jidatnya dimana tanduknya menyala-nyala. Panas!. Dan gatal!
No comments:
Post a Comment