Danau Dua Warna.Itu tempat perjanjian kita terakhir kali. Satu tempat yang akan kita tuju saat sehatmu datang kembali. Aku tak tau, apakah itu akan terwujud. Saat itu, danau dua warna hanya terucap begitu saja. Harapku, semangat hidupmu bangkit dengan rencana itu. Karena ku tau Kau selalu suka bertualang di alam. Dan begitulah kehidupanmu yang pendek itu, penuh dengan petualangan.
Dan memang kita tidak pernah mewujudkan rencana itu. Umurmu
tak sampai, juga umur danau dua warna itu. Tak lama setelah kepergianmu, banjir
bandang meluluh lantakkan danau itu hingga musnah. Lokasi itu kemudian di tutup
selamanya.
Sebagai teman yang begitu dekat, hubungan kita tidak begitu
baik di penghujung hidupmu. Sengitnya konflik sekitar kita, membuat jarak dan
luka yang dalam. Pelan-pelan setelah badai itu, aku dan kau mencoba merajut
kembali. Saling sapa dan bertanya kabar basa-basi namun kita tak pernah seperti
dulu lagi.
Adalah satu langkah berat ketika aku menjengukmu. Bertahun
sakitmu, akhirnya kulangkahkan kaki menjengukmu. Ada rindu, dan pilu. Maafkan
sahabat lamamu ini. Kau bicara seolah tak pernah ada hal buruk antara kita. Kaulah
sahabat yang selalu kukhawatirkan masa depannya. Telalu khawatir, hingga aku
harus mengambil jarak agar tak menyakitimu.
Di penutup tahun, kau pun menutup mata. Setelah sekian
tahun, di penutup tahun pula aku selalu resah ingin menuliskan kembali dirimu.
Danau itu sudah musnah, tapi janji itu terngiang terus.
Sampul bukuku kuabadikan dirimu dalam rangkaian melati putih.
Ingatkan? Lagu melati putih, lagu penutup setiap pelatihan di negeri hijau
hitam yang kita kelola bersama.
Jika danau dua warna tak sudi menjadi tempat pertemuan kita,
biarlah melati putih yang mengabadikan persahabatan kita. Karena disitulah kita
awal bertemu.
Husnul khotimah sahabatku.
Robi Harun
foto diambil disini
No comments:
Post a Comment