Sunday, October 25, 2009
Teman-teman Hujan di Kota Medan
Kota Medan. Musim hujanmu datang kembali. Musim yang dulu selalu berjanji setia pada petani kini tak bisa bersahabat memberi kabar sapa. Mungkin karena sawah sepetak sudah meradang di Kota Medan ku. Mungkin juga karena hijau Taman Kota yang telah dianggap bagai kutil terus menerus di gusur oleh Bangunan dan jalan raya. Membuat Hujan dongkol, datang sesukanya, pergi tanpa pamit. Entahlah....
Akhir-akhir ini kuperhatikan Hujan bersahabat dengan petir. Seperti menggedor pintu masuk saat maghrib tiba. Aku takut, jantungku serasa copot seperti copotnya dahan-dahan pohon peneduh jalan. Lunglai terkaget, jatuh basah menghempas aspal atau seringkali menghentak kenderaan yang sedang melaju. Kalau sudah bersama temanmu yang garang itu, aku urung menikmati rinaimu berbasah-basah.
Ah…Hujan, kiasan rezeki dalam ayat-ayat sang Pencipta. Tapi juga petaka bagai air bah bagi Kaum Nabi Nuh. Lalu Hujan apakah yang diterima Medanku saat ini?.
Aku masih ingat ngilu hatiku saat hujan di suatu Malam.Saat itu sang Hujan bersama teman-temannya bermain di depan Pusat Perbelanjaan kotaku. Hujan sangat senang parkir di depan pelataran pusat perbelanjaan manamun di Kotaku. Bersama taxi dan becak bermotor yang menunggu para penikmat belanja yang enggan berbasah ria. Hujan dengan senang hati menggenang membantu menuang rezeki bagi para sopirnya. Sengaja parit-parit tersumbat membantu sang Hujan hingga menyatu bersama muntahan parit dan meluap bersama bau.
Tapi malam itu hujan tak hanya berteman dengan petir, parit sumbat dan para sopir. Hujan bersama temannya yang lain. Yang mengajak seorang ibu dan anaknya bergegas pulang ke haribaan Penciptanya. Ibu dan anak itu menerobos hujan yang sedang bercanda dengan teman-temannya. Salah satunya telah memutuskan kabel listrik tanpa sengaja.
Esok harinya Medan kotaku terdiam. Juga koran-koran tersumpal. Tak ada yang bisa dilakukan kecuali bersedih. Hujan terlalu sering bermain di jalanan Medan. Medan telah terbiasa basah kuyup oleh hujan. Kenderaannya telah pasrah mogok karena tersedak hujan.
Dan Aku hanya bisa berharap suatu hari masih terlindung dari dahan pepohonan yang patah. Berharap jangan sampai mendapati motor tua ku yang mogok tersedak hujan. Dengan amat sangat berdoa agar tak senaas nasib ibu dan anak itu.
Kupikir banyak orang juga sama seperti ku. Hanya bisa berdoa, karena protes pada penguuasa pun tak punya daya. Kami seolah terlilit oleh tali dosa yang tak kan bisa diuraikan. Bisakah doa kami mendirikan kapal yang akan menyelamatkan kami andai air Bah kaum nabi Nuh itu datang menyapa?. Ah...hujan...kapankah hujan kota Medan ku bisa bersahabat lebih hangat dengan kami, para penghuninya?.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
4 comments:
dari medan neng ?
sy orang medan :)
tinggal di medan
sy orang medan :)
tinggal di medan
visit at night to find a fellow blogger who want to comment on my blog, and I want the link on this blog ... thank you for your attention.
Post a Comment