Sunday, November 04, 2007
Tentang sesat menyesatkan.
Heboh tentang aliran Lia Eden, Ahmadiyah dan terakhir Al-Qiyadah membuat aku ingin komentar tentang paradigma sesat menyesatkan ini.
Alkisah yang tersurat dalam kitab suci. Nabi Nuh tak mampu menyelamatkan anaknya yang tenggelam oleh air bah. Sang anak tetap dalam keyakinannya. Dan lebih memilih air bah dari pada kapal keselamatan dan kasih sayang ayahnya.
Dalam kehidupan beragama, sesat menyesatkan telah menumpahkan darah manusia hingga menganak sungai. Sampai-sampai Nietsczhe berkata bahwa tuhan telah mati dan Marx berkata agama adalah candu. Agama yang sejatinya adalah ajaran agar manusia tidak kacau balau, ternyata justru pemicu kekacauan dan matinya kemanusiaan.
Akar permasalahannya biasanya bukan bersumber pada agama itu sendiri. Tapi pada pemahaman yang terjebak pada sikap fanatik. Merasa paling benar dan angkuh. Ketika merasa benar, kemudian memaksakan kebenaran pada yang lain. Disinilah terjadi crash.
Ketika ada pemahaman yang tidak sama, kemudian di cap dengan kata ‘sesat’.
Di Indonesia, pelabelan sesat ada di tangan MUI sebagai wadah para ulama yang diakui masyarakat luas dan pemerintah.
Sesat menurut MUI sendiri diuraikan pada sidang Majelis Ulama Indonesia tanggal 16 Ramadhan 1403 H, bertepatan dengan tanggal 27 Juni 1983 M. Dalam fatwanya MUI menyatakan:
1. Aliran yang tidak mempercayai hadis Nabi Muhammad SAW sebagai sumber hukum syari'at Islam, adalah sesat menyesatkan dan berada di luar agama Islam.
2. Kepada rnereka yang secara sadar atau tidak, telah mengikuti aliran tersebut. agar segera bertaubat.
3. Menyerukan kepada ummat Islam untuk tidak terpengaruh dengan aliran yang sesat itu.
4. Mengharapkan kepada para Ulama untuk memberikan bimbingan dan petunjuk bagi mereka yang ingin bertaubat.
5. Meminta dengan sangat kepada pemerintah agar mengambil tindakan tegas berupa larangan terhadap aliran yang tidak mempercayai Hadits Nabi Muhammad SAW sebagai sumber Syari'at Islam.
Pertanyaan paling menggelitik adalah, apakah aliran sesat tersebut mengganggu agama Islam?.Kalau ya..dari sisi apa?. Apa yang ditakutkan?. Kalaulah agama Islam ini memang benar, maka akan teruji bahwa Islam adalah ajaran yang unggul, yang tak lenyap hanya karena ragam ajaran sesat. Jadi kenapa harus takut dan sibuk melarang ajaran ini itu.
Kalau lah memang amat berbahaya, biarlah pemilik Dhin ini yang menjaganya, bukan umatnya. Seperti kisah Nabi Nuh. Bukan Nabi Nuh yang menghukum putranya karena tak mengikuti ajaran Allah. Cukup air bah dari Maha Pencipta. Seperti Kabbah yang akan di hancurkan oleh gajah-gajah Abrahah, cukup burung Ababil yang menyelesaikannya.
Cara umat menjaga Dhinnya cukup beribadah. Tak perlu memaksa orang lain, agama lain, aliran lain untuk sama dengan apa yang di anut. Jika memang mencari agama yang benar, bekali diri dengan pikiran kritis, dan jauhkan diri dari sikap fanatik. Karena sikap fanatik hanya menjadi pembunuh bagi kemanusiaan.
Bukan tidak mungkin fatwa sesat menyesatkan ini menjadi sebuah alat untuk menghantam sebuah aliran Islam tertentu dengan kekuatan massa dan sampai negara. Campur tangan negara hanya akan makin memperkeruh hubungan antar agama. Kecuali sebuah aliran ada dalam rangka menegakkan sistem negara baru, tentunya ini sudah masuk wilayah merongrong kedaulatan negara yang ada, dan ini wajar disikapi tegas oleh pemerintah, tapi sekali lagi bukan disikapi karena aliran yang sesat.
Biarlah soal sesat dan tidak sesat menjadi wacana agar masyarakat lebih kritis memahami ajaran agamanya.
Saya lebih sepakat kalau tidak ada kamus sesat menyesatkan di negara ini. Silahkan beragama apa saja, asalkan tidak mengajarkan perang, permusuhan, apalagi bom bunuh diri yang terjadi atas dalih agama dan membunuh banyak orang yang tak mengerti, dan tak bersalah. Seperti pesan moral pada sebuah novel berjudul Lajja, tentang perang antar agama di Bangladesh yang membunuh ribuan orang karena pemahaman agama, berkata:
Biarlah agama berubah menjadi kemanusiaan.
Biarlah Islam yang kita pahami benar..benar Islam yang rahmatan alamin. Rahmat bagi seru sekalian alam. Tanpa kekerasan!.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment