Sunday, January 13, 2008

Dicari : Ustadz yang bisa bicara!




Jam bergerak mendekati angka 11, malam itu. Lewat 1 jam, seorang Ustadz sampai mulutnya berbuih-buih ceramah tentang hijrah di acara peringatan Tahun Baru Islam, yang diadakan dengan penuh semangat oleh Remaja Mesjid yang baru hidup lagi. Seorang ibu berusia 60-an sudah sangat resah di tempat duduknya. Pasalnya, dinginnya malam makin membuat asam uratnya meradang, punggungnya yang sudah mulai rapuh berontak, sementara otaknya jenuh dengan celoteh Ustadz yang tak juga menarik perhatiannya tak mampu lagi menhipnotis bagian tubuh lainnya untuk takzim mendengarkan petuah.

Bukan ibu tua itu saja yang resah, ibu-ibu muda juga mulai ngedumel tak jelas. Anak-anak remaja yang duduk berkelompok di sisi kanan para ibu-ibu tersebut seolah terlihat serius, ternyata sibuk memainkan game di HP, mangut-mangut ngantuk dan sebagian mencoba meredam kebosanannya dengan memperhatikan tingkah remaja remaja lainnya.

Di Kelompok Bapak-bapak terlihat lebih tenang namun, mencoba bertahan dengan mata yang merem melek. Ibu-ibu memang lebih ekspresif dalam menunjukkan ketidaknyamanannya pada acara tesebut.

Kelompok yang lebih bebas berekspresi tentunya anak-anak. Berbeda dengan orang dewasa yang duduk anggun di kursi, anak-anak duduk di atas karpet hijau. Pembicaraan Ustadz yang belum begitu mereka pahami ditunjukkan dengan gaya bebas: tidur lelap.

Pak Ustadz tersebut ketika berbicara, matanya meredup. Mungkin dia memang tidak ingin melihat suasana sekitarnya yang nyaris tak perduli dengan petuah-petuahnya. Satu-satunya yang tekun mendengar ceramahnya adalah Ustadz itu sendiri.

Untunglah pihak remaja mesjid yang menjadi panitia memberikan memo kepada Ustadz tersebut. Waktu sudah habis. Akhirnya ceramah yang menjemukan disudahi dengan terpaksa oleh Pak Ustadz. Semua hadirin bernafas lega. Acara ditutup. Para hadirin pulang bergerombol kerumah masing-masing.

Pulang tanpa makna.
Karena semua yang petuah-petuah yang disampaikan nyaris tak tertinggal di benak masing-masing.
Pak Ustadz tersebut berceramah hanya memikirkan apa yang harus disampaikan, bukan bagaimana agar yang disampaikannya di terima dan menyerap di pendengarnya.

Sesungguhnya dia hanya berbicara sendiri.

Sebuah bisik dalam pemikiranku.
Ah...aku sering menemukan suasana ini.

Ustadz yang hanya berbicara sendiri,
Ustadz yang berbicara itu-itu saja setiap kali ceramah.
Ustadz yang malah sulit aku bedakan dengan pelawak.

Lalu
apa guna MUI yang sangar dengan fatwa-fatwa itu?
apa guna IAIN dan STAI bertabur dimana-mana?

Mengapa begitu banyak pewaris nabi yang cuma bisa berbicara sendiri, bukan berbicara untuk orang banyak.

Dicari : Ustadz yang bisa bicara!

No comments: